Senin, 08 Agustus 2016

cerpen

Malam itu kehangatan menjalar ke seluruh tubuhku, ketika aku berdiri termenung di depan nyala api yang mulai membesar. Akan tetapi angin bertiup tiada henti.
Menerbangkan dedaunan di hutan tersebut. Kulemparkan satu persatu kertas yang kupegang dari tadi ke dalam kobaran api. Kertas itu hangus seketika. Nyala api semakin kecil oleh angin dan kemudian padam.
Untuk kesekian kalinya, aku menuangkan minyak tanah ke dalam tong kosong dan melemparkan sebatang korek api. Kembali kulemparkan satu persatu kertas-kertas dalam genggamanku. Ada sebuah foto. Myun Jo – Soo Yeon forever, begitulah catatan yang tertulis di balikanya. Terlihat sungguh bahagia. Kuulas senyum simpul sebelum ikut melemparkannya ke dalam kobaran api, seperti sebelumnya.
Kemudian, sebuah potongan berita koran. Agen Nark*ba tertangkap di sebuah rumah kosong di Seoul. “Myun Jo, aku akan menunggumu. Kita akan merajut mimpi bersama”. Suara lembut itu kembali terngiang dalam ingatanku. Ketika itu polisi tengah memborgol kedua tanganku dan menggiringku secara paksa ke penjara. Kusaksikan sendiri wajahnya yang dipenuhi air mata. Namun, jauh di dalam mata coklat itu, kulihat kekecewaan yang mendalam. “Maafkan aku”. Ucapku waktu itu setelah kulepaskan genggamannya padaku.
Kertas koran itu juga kulempar ke dalam api. Hangus. Semua kertas-kertas sudah kubakar. Aku berniat kembali, setelahnya. Kakiku berjalan menjauh dari api yang masih menyala-nyala menuju jalan raya.
“Myun Jo-yah” teriak seorang perempuan yang menghentikan langkahku. Aku tidak menoleh.
“Dari mana saja? Aku sibuk mencarimu sejak tadi”
“Ayo pulang saja” sahutku.
“Kau ini kenapa, hah? Ya sudah. Tuan Hyun Go dan kelurganya datang menjengkmu” jawab perempuan tersebut sambil tersenyum. Dia menarik tanganku agar aku mengikuti langkahnya. Meninggalkan kobaran api yang kutinggalkan tadi. Membakar semua kenangan bersama Soo Yeon, gadis yang selalu mempunyai ruang di relung hatiku.

Keramaian di pusat kesehatan mental, Seoul, tidak berkurang sejak fajar menggantung di langit-langit hingga tenggelam di ufuk barat. Orang-orang berlalu lalang tak henti-hentinya. Para suster mendorong kursi roda, memapah pasien, mendorong kereta-kereta obat ataupun makan malam.
“Hyu Ri-yah sini, sayang”
“Iya mah” seorang anak berkepang dua berlari ke arah seorang perempuan dua puluh tujuh tahunan.
“Sebentar lagi Uncle Jo datang” ujar seorang pria tiga puluh tahunan di sebelahnya, Tuan Hyun Go. Tiba-tiba pintu ruangan terbuka. Seorang perawat dan pasien laki-laki memasuki ruangan. Seisi ruangan tersenyum menyambut.
“Uncle Jo!!”
“Hai, Hyu Ri!!” aku memeluk anak itu erat, bagai anak kandungku sendiri. Soo Yeon menghampiriku dan memeluk tubuhku. Aku balas memeluknya.
“Senang bertemu denganmu, Myun Jo” bisiknya. Aku hanya tersenyum.
“Sehat my brother?” gantian Hyun Go yang menyapaku. Aku menyambut tangannya yang memeluknya hangat, sahabat lama. Bersama kelurga kecil itu aku banyak sekali berhutang. Dahulu Soo Yeon lah satu-satunya keluarga yang kupunya. Sekarang dia sudah memiliki seseorang di sisinya dan seorang gadis yang manis.
Begitulah yang bisa kulakukan untuk Soo Yeon. Membuatnya tertawa bahagia tanpa manyakitinya. Membiarkan seseorang yang lain memilikinya. Berpura-pura gila dan dirawat di Rumah Sakit agar tidak menjadi beban untuknya
Setelah aku meninggalkan penjara 10 tahun lalu, aku tahu aku tidak mungkin bisa mewujudkan mimpi-mimpi Soo Yeon, mewujudkan harapan-harapannya. Merajut kehidupan indah bersama anak-anak yang manis. Sejak 10 tahun lalu, aku sadar bahwa aku hanya akan merusak mimpinya. Maka kuputuskan untuk melepaskannya, menitipkan Soo Yeon bersama impianya kepada seseorang yang mampu membuatnya bahagia. Aku berjanji pada diriku, aku akan selalu membuatnya tersenyum dan tidak akan membuatnya menangis.
Seperti pepetah, bahwa kekuatan cinta yang paling dahsyat adalah membiarkannya pergi untuk kebahagiaannya. Soo Yeon akan selalu memiliki ruang di hatiku. Kapanpun.
Cerpen Karangan: Desti Fadhilla Z

Tidak ada komentar:

Posting Komentar